Saluran Komunikasi
dalam Organisasi
Komunikasi adalah sebuah tindakan untuk berbagi
informasi, gagasan atau pun pendapat dari setiap partisipan komunikasi yang
terlibat didalamnya guna mencapai kesamaan makna. Tindak komunikasi
tersebut dapat dilakukan dalam berbagai konteks. Konteks komunikasi
yang telah dibahas pada modul-modul sebelumnya adalah komunikasi
antarpribadi (interpersonal Communication) dan komunikasi kelompok.Konteks
komunikasi selanjutnya yang akan kita bahas adalah komunikasi organisasi.
Tindak komunikasi dalam suatu organisasi berkaitan
dengan pemahaman mengenai peristiwa komunikasi yang terjadi didalamnya, seperti
apakah instruksi pimpinan sudah dilaksanakan dengan benar oleh karyawan atau
pun bagaimana karyawan/bawahan mencoba menyampaikan keluhan kepada atasan,
memungkinkan tujuan organisasi yang telah ditetapkan dapat tercapai sesuai
dengan hasil yang diharapkan. Ini hanya satu contoh sederhana untuk
memperlihatkan bahwa komunikasi merupakan aspek penting dalam suatu organisasi,
baik organisasi yang mencari keuntungan ekonomi maupun organisasi yang bersifat
sosial kemasyarakatan.
Pengertian komunikasi Organisasi
Sebelum membahas pengertian komunikasi organisasi
sebaiknya kita uraikan terminologi yang melekat pada konteks komunikasi
organisasi, yaitu komunikasi dan organisasi. Komunikasi berasal dari
bahasa latin “communis” atau ‘common” dalam Bahasa Inggris yang berarti sama.
Berkomunikasi berarti kita berusaha untuk mencapai kesamaan makna,
“commonness”. Atau dengan ungkapan yang lain, melalui komunikasi kita
mencoba berbagi informasi, gagasan atau sikap kita dengan partisipan
lainnya. Kendala utama dalam berkomunikasi adalah kita seringkali
mempunyai makna yang berbeda terhadap lambang yang sama.
Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss dalam Human
Communication menguraikan ada tiga model dalam komunikasi:
1.
model komunikasi linier (one-way communication), dalam model ini komunikator
memberikan suatu stimuli dan komunikan melakukan respon
yang diharapkan tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi. Komunikasinya
bersifat monolog.
2. model
komunikasi interaksional. Sebagai kelanjutan dari model yang pertama, pada
tahap ini sudah terjadi feedback atau umpan balik. Komunikasi yang berlangsung
bersifat dua arah dan ada dialog, di mana setiap partisipan memiliki peran
ganda, dalam arti pada satu saat bertindak sebagai komunikator, pada saat yang
lain bertindak sebagai komunikan.
3. model
komunikasi transaksional. Dalam model ini komunikasi hanya dapat dipahami dalam
konteks hubungan (relationship) antara dua orang atau lebih. Pandangan ini
menekankan bahwa semua perilaku adalah komunikatif. Tidak ada satupun yang
tidak dapat dikomunikasikan.
Mengenai organisasi, salah satu defenisi
menyebutkan bahwa organisasi merupakan suatu kumpulan atau
sistem individual yang melalui suatu hirarki/jenjang dan pembagian kerja,
berupaya mencapai tujuan yang ditetapkan. Dari batasan tersebut
dapat digambarkan bahwa dalam suatu organisasi mensyaratkan:
1.
adanya suatu jenjang jabatan ataupun kedudukan yang memungkinkan semua
individu dalam organisasi tersebut memiliki perbedaan posisi yang
jelas, seperti pimpinan, staf pimpinan dan karyawan.
2.
adanya pembagian kerja, dalam arti setiap orang dalam sebuah institusi baik
yang komersial mau pun sosial, memiliki satu bidang pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya.
Dengan landasan konsep-konsep komunikasi
dan organisasi sebagaimana yang telah diuraikan, maka kita dapat memberi
batasan tentang komunikasi organisasi secara sederhana, yaitu komunikasi
antarmanusia (human communication) yang terjadi dalam kontek organisasi.
Atau dengan meminjam definisi dari Goldhaber, komunikasi organisasi diberi
batasan sebagai arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling
bergabung satu sama lain (the flow of messages within a
network of interdependent relationships).
Sebagaimana telah disebut terdahulu, bahwa arus
komunikasi dalam organisasi meliputi komunikasi vertikal dan komunikasi
horisontal. Masing-masing arus komunikasi tersebut mempunyai perbedaan
fungsi yang sangat tegas. Ronald Adler dan George Rodman dalam buku
Understanding Human Communication, mencoba menguraikan masing-masing, fungsi
dari kedua arus komunikasi dalam organisasi tersebut sebagai berikut:
1. Downward
communication, yaitu komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang berada
pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya. Fungsi arus
komunikasi dari atas ke bawah ini adalah:
a) Pemberian atau
penyimpanan instruksi kerja (job instruction)
b) Penjelasan dari
pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job retionnale)
c) Penyampaian
informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and practices)
d)
Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih
baik.
2. Upward
communication, yaitu komunikasi yang terjadi ketika bawahan (subordinate)
mengirim pesan kepada atasannya. Fungsi arus komunikasi dari bawah ke
atas ini adalah:
a) Penyampaian
informai tentang pekerjaan pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan
b) Penyampaian
informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat
diselesaikan oleh bawahan
c) Penyampaian
saran-saran perbaikan dari bawahan
d) Penyampaian
keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya.
3. Horizontal
communication, yaitu tindak komunikasi ini berlangsung di antara para karyawan
ataupun bagian yang memiliki kedudukan yang setara. Fungsi arus
komunikasi horisontal ini adalah:
a) Memperbaiki
koordinasi tugas
b) Upaya pemecahan
masalah
c) Saling berbagi
informasi
d) Upaya pemecahan
konflik
e) Membina
hubungan melalui kegiatan bersama.
Proses Komunikasi
Dalam dataran teoritis, paling tidak kita mengenal
atau memahami komunikasi dari dua perspektif, yaitu:
1. Perspektif
kognitif. Komunikasi menurut Colin Cherry, yang mewakili perspektif
kognitif adalah penggunaan lambang-lambang (symbols) untuk mencapai
kesamaan makna atau berbagi informasi tentang satu objek atau kejadian.
Informasi adalah sesuatu (fakta, opini, gagasan) dari satu partisipan kepada
partisipan lain melalui penggunaan kata-kata atau lambang lainnya. Jika
pesan yang disampaikan diterima secara akurat, receiver akan memiliki informasi
yang sama seperti yang dimiliki sender, oleh karena itu tindak komunikasi telah
terjadi.
2. Perspektif perilaku.
Menurut BF. Skinner dari perspektif perilaku memandang komunikasi sebagai
perilaku verbal atau simbolik di mana sender berusaha mendapatkan satu efek
yang dikehendakinya pada receiver. Masih dalam perspektif perilaku, FEX
Dance menegaskan bahwa komunikasi adalah adanya satu respons melalui
lambang-lambang verbal di mana simbol verbal tersebut bertindak sebagai stimuli
untuk memperoleh respons. Kedua pengertian komunikasi yang disebut
terakhir, mengacu pada hubungan stimulus respons antara sender dan receiver.
Setelah kita memahami pengertian komunikasi dari dua
perspektif yang berbeda, kita mencoba melihat proses komunikasi dalam suatu
organisasi. Menurut Jerry W. Koehler dan kawan-kawan, bagi suatu
organisasi, perspektif perilaku dipandang lebih praktis karena komunikasi dalam
organisasi bertujuan untuk mempengaruhi penerima (receiver). Satu respons
khusus diharapkan oleh pengirim pesan (sender) dari setiap pesan yang
disampaikannya. Ketika satu pesan mempunyai efek yang dikehendaki, bukan
suatu persoalan apakah informasi yang disampaikan tersebut merupakan tindak berbagi
informasi atau tidak.
Sekarang kita mencoba memahami proses komunikasi
antarmanusia yang disajikan dalam suatu model berikut:
Proses komunikasi diawali oleh sumber (source) baik
individu ataupun kelompok yang berusaha berkomunikasi dengan individu atau
kelompok lain, sebagai berikut:
1. Langkah pertama yang
dilakukan sumber adalah ideation yaitu penciptaan satu gagasan atau pemilihan
seperangkat informasi untuk dikomunikasikan. Ideation ini merupakan
landasan bagi suatu pesan yang akan disampaikan.
2. Langkah kedua dalam
penciptaan suatu pesan adalah encoding, yaitu sumber menerjemahkan informasi
atau gagasan dalam wujud kata-kaya, tanda-tanda atau lambang-lambang yang
disengaja untuk menyampaikan informasi dan diharapkan mempunyai efek terhadap
orang lain. Pesan atau message adalah alat-alat di mana sumber
mengekspresikan gagasannya dalam bentuk bahasa lisan, bahasa tulisan ataupun
perilaku nonverbal seperti bahasa isyarat, ekspresi wajah atau gambar-gambar.
3. Langkah ketiga dalam
proses komunikasi adalah penyampaian pesan yang telah disandi (encode).
Sumber menyampaikan pesan kepada penerima dengan cara berbicara, enulis,
menggambar ataupun melalui suatu tindakan tertentu. Pada langkah ketiga
ini, kita mengenal istilah channel atau saluran, yaitu alat-alat untuk
menyampaikan suatu pesan. Saluran untuk komunikasi lisan adalah
komunikasi tatap muka, radio dan telepon. Sedangkan saluran untuk
komunikasi tertulis meliputi setiap materi yang tertulis ataupun sebuah media
yang dapat mereproduksi kata-kata tertulis seperti: televisi, kaset, video atau
ohp (overheadprojector). Sumber berusaha untuk mebebaskan saluran
komunikasi dari gangguan ataupun hambatan, sehingga pesan dapat sampai kepada
penerima seperti yang dikehendaki.
4. Langkah keempat,
perhatian dialihkan kepada penerima pesan. Jika pesan itu bersifat lisan,
maka penerima perlu menjadi seorang pendengar yang baik, karena jika penerima
tidak mendengar, pesan tersebut akan hilang. Dalam proses ini, penerima
melakukan decoding, yaitu memberikan penafsiran interpretasi terhadap pesan
yang disampaikan kepadanya. Pemahaman (understanding) merupakan kunci
untuk melakukan decoding dan hanya terjadi dalam pikiran penerima.
Akhirnya penerimalah yang akan menentukan bagaimana memahami suatu pesan dan
bagaimana pula memberikan respons terhadap pesan tersebut.
5. Proses terakhir dalam
proses komunikasi adalah feedback atau umpan balik yang memungkinkan sumber
mempertimbangkan kembali pesan yang telah disampaikannya kepada penerima.
Respons atau umpan balik dari penerima terhadap pesan yang disampaikan sumber
dapat berwujud kata-kata ataupun tindakan-tindakan tertentu. Penerima
bisa mengabaikan pesan tersebut ataupun menyimpannya. Umpan balik inilah
yang dapat dijadikan landasan untuk mengevaluasi efektivitas komunikasi.
Fungsi Komunikasi dalam Organisasi
Dalam suatu organisasi baik yang berorientasi
komersial maupun sosial, tindak komunikasi dalam organisasi atau lembaga
tersebut akan melibatkan empat fungsi, yaitu:
1. Fungsi informatif
Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem
pemrosesan informasi (information-processing system). Maksudnya, seluruh
anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih
banyak, lebih baik dan tepat waktu.
Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota
organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti informasi pada
dasarnya dibutuhkan oleh semua orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam
suatu organisasi. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi
untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang
terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan
informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti dan
sebagainya.
2. Fungsi Regulatif
Fungsi regulatif ini berkaitan dengan
peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Pada semua
lembaga atau organisasi, ada dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif
ini, yaitu:
1. atasan atau
orang-orang yang berada dalam tataran manajemen yaitu mereka yang memiliki
kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan.
Disamping itu mereka juga mempunyai kewenangan untuk memberikan instruksi atau
perintah, sehingga dalam struktur organisasi kemungkinan mereka ditempatkan
pada lapis atas (position of authority) supaya perintah-perintahnya
dilaksanakan sebagaimana semestinya. Namun demikian, sikap bawahan untuk
menjalankan perintah banyak bergantung pada:
1. keabsahan pimpinan
dalam penyampaikan perintah
2. kekuatan pimpinan
dalam memberi sanksi
3. kepercayaan bawahan
terhadap atasan sebagai seorang pemimpin sekaligus sebagai pribadi
4. tingkat kredibilitas
pesan yang diterima bawahan.
2. berkaitan dengan pesan
atau message. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja.
Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan-peraturan tentang pekerjaan
yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
3. Fungsi Persuasif
Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan
kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan.
Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi
bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan
secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar
dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
4. Fungsi Integratif
Setiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang
memungkinkan karyawan dapat dilaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik.
Ada dua saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi
tersebut (newsletter, buletin) dan laporan kemajuan oraganisasi; juga saluran
komunikasi informal seperti perbincangan antarpribadi selama masa istirahat
kerja, pertandingan olahraga ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan
aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar
dalam diri karyawan terhadap organisasi.
Memahami Komunikasi dalam Organisasi
Persoalan-persoalan mengenai gaya komunikasi, pengeruh
kekuasaan dalam organisasi dan upaya memperbaiki kemampuan berkomunikasi dalam
organisasi, merupakan bahan-bahan yang akan dibahas dalam kegiatan belajar 2
berikut.
Gaya komunikasi atau communication style akan
memberikan pengetahuan kepada kita tentang bagaimana perilaku orang-orang dalam
suatu organisasi ketika mereka melaksanakan tindak berbagi informasi dan
gagasan. Sementara pada pengaruh kekuasaan dalam organisasi, kita akan
mengkaji jenis-jenis kekuasaan yang digunakan oleh orang-orang dalam tataran
manajemen sewaktu mereka mencoba mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dalam
organsasi, kita akan diajak untuk memikirkan bagaimana mendefinisikan tujuan
kita sehubungan dengan tugas dalam organisasi, bagaimana kita memilih orang
yang tepat untuk diajak kerjasama dan bagaimana kita memilih saluran yang
efektif untuk melaksanakan tugas tersebut.
Gaya Komunikasi
Gaya komunikasi (communication style)
didefinisikan sebagai seperangkat perilaku antarpribadi yang terspesialisasi
yang digunakan dalam suatu situasi tertentu (a specialized set of
intexpersonal behaviors that are used in a given situation).
Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan
perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan
tertentu dalam situasi yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu gaya
komunikasi yang digunakan, bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan
harapan dari penerima (receiver).
Ada enam gaya komunikasi yang akan kita bahas dalam
kegiatan belajar 2 ini, yaitu:
1. The controlling style
Gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini,
ditandai dengan adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan
mengatur perilaku, pikiran dan tanggapan orang lain. Orang-orang yang
menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan nama komunikator satu arah atau
one-way communications.
Pihak-pihak yang memakai controlling style of
communication ini, lebih memusatkan perhatian kepada pengiriman pesan dibanding
upaya mereka untuk berharap pesan. Mereka tidak mempunyai rasa
ketertarikan dan perhatian untuk berbagi pesan. Mereka tidak mempunyai
rasa ketertarikan dan perhatian pada umpan balik, kecuali jika umpan balik atau
feedback tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka. Para
komunikator satu arah tersebut tidak khawatir dengan pandangan negatif orang
lain, tetapi justru berusaha menggunakan kewenangan dan kekuasaan untuk memaksa
orang lain mematuhi pandangan-pandangannya.
Pesan-pesan yag berasal dari komunikator satu arah
ini, tidak berusaha ‘menjual’ gagasan agar dibicarakan bersama namun lebih pada
usaha menjelaskan kepada orang lain apa yang dilakukannya. The
controlling style of communication ini sering dipakai untuk mempersuasi orang
lain supaya bekerja dan bertindak secara efektif, dan pada umumnya dalam bentuk
kritik. Namun demkian, gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini,
tidak jarang bernada negatif sehingga menyebabkan orang lain memberi respons
atau tanggapan yang negatif pula.
1. The equalitarian style
Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya
landasan kesamaan. The equalitarian style of communication ini ditandai
dengan berlakunya arus penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun
tertulis yang bersifat dua arah (two-way traffic of communication).
Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan
secara terbuka. Artinya, setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan
gagasan ataupun pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal.
Dalam suasana yang demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai
kesepakatan dan pengertian bersama.
Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi yang
bermakna kesamaan ini, adalah orang-orang yang memiliki sikap kepedulian yang
tinggi serta kemampuan membina hubungan yang baik dengan orang lain baik dalam
konteks pribadi maupun dalam lingkup hubungan kerja. The equalitarian
style ini akan memudahkan tindak komunikasi dalam organisasi, sebaba gaya ini
efektif dalam memelihara empati dan kerja sama, khususnya dalam situasi untuk
mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan yang kompleks. Gaya
komunikasi ini pula yang menjamin berlangsungnya tindak berbagi informasi di
antara para anggota dalam suatu organisasi.
1. The structuring style
Gaya komunikasi yang berstruktur ini, memanfaatkan
pesan-pesan verbal secara tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang
harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur organisasi.
Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada keinginan untuk
mempengaruhi orang lain dengan jalan berbagi informasi tentang tujuan
organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam organisasi
tersebut.
Stogdill dan Coons dari The Bureau of Business
Research of Ohio State University, menemukan dimensi dari kepemimpinan yang
efektif, yang mereka beri nama Struktur Inisiasi atau Initiating
Structure. Stogdill dan Coons menjelaskan mereka bahwa pemrakarsa
(initiator) struktur yang efisien adalah orang-orang yang mampu merencanakan
pesan-pesan verbal guna lebih memantapkan tujuan organisasi, kerangka penugasan
dan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul.
1. The dynamic style
Gaya komunikasi yang dinamis ini memiliki
kecenderungan agresif, karena pengirim pesan atau sender memahami bahwa
lingkungan pekerjaannya berorientasi pada tindakan (action-oriented). The
dynamic style of communication ini sering dipakai oleh para juru kampanye
ataupun supervisor yang membawa para wiraniaga (salesmen atau saleswomen).
Tujuan utama gaya komunikasi yang agresif ini adalah
mestimulasi atau merangsang pekerja/karyawan untuk bekerja dengan lebih cepat
dan lebih baik. Gaya komunikasi ini cukup efektif digunakan dalam
mengatasi persoalan-persoalan yang bersifat kritis, namun dengan persyaratan
bahwa karyawan atau bawahan mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengatasi
masalah yang kritis tersebut.
1. The relinguishing
style
Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk
menerima saran, pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk
memberi perintah, meskipun pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi
perintah dan mengontrol orang lain.
Pesan-pesan dalam gaya komunikasi ini akan efektif
ketika pengirim pesan atau sender sedang bekerja sama dengan orang-orang yang
berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti serta bersedia untuk bertanggung
jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang dibebankannya.
1. The withdrawal style
Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah
melemahnya tindak komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang
memakai gaya ini untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa
persoalan ataupun kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang
tersebut.
Dalam deskripsi yang kongkrit adalah ketika seseorang
mengatakan: “Saya tidak ingin dilibatkan dalam persoalan ini”. Pernyataan
ini bermakna bahwa ia mencoba melepaskan diri dari tanggung jawab, tetapi juga
mengindikasikan suatu keinginan untuk menghindari berkomunikasi dengan orang
lain. Oleh karena itu, gaya ini tidak layak dipakai dalam konteks
komunikasi organisasi.
Gambaran umum yang diperoleh dari uraian di atas
adalah bahwa the equalitarian style of communication merupakan gaya komunikasi
yang ideal. Sementara tiga gaya komunikasi lainnya: structuring, dynamic
dan relinguishing dapat digunakan secara strategis untuk menghasilkan efek yang
bermanfaat bagi organisasi. Dan dua gaya komunikasi terakhir: controlling
dan withdrawal mempunyai kecenderungan menghalangi berlangsungnya interaksi
yang bermanfaat dan produktif.
SUMBER:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar